Cabai Jawa atau merica buntut seakan-akan tidak terpisahkan dari lempuyang. Selain membantu meredakan sakit lever, ia juga mendorong nafsu makan.
Cabai jawa disebut cabai, karena rasanya pedas. Tetapi berbeda dengan cabai (lombok) yang berasal dari Amerika Selatan bagian utara, cabai Jawa dari Indonesia. Dulu Indonesia itu pulau Jawa. Jadi cabai yang ini disebut cabai jawa walaupun di Jawa sendiri tidak disebut cabai jawa, melainkan cabai alas.
Seperti kerabatnya yang lada biasa (Piper nigrum), cabai jawa (Piper retrofractum), juga tanaman merambat yang tumbuh menahun. Panjang batangnya bisa sampai 10 m.
Biasanya tidak dibiarkan tumbuh memanjang semaunya, tapi dipangkas seperti pohon lada biasa (sampai setinggi 1,5 meter saja), supaya rajin berbunga dan berbuah.
Sepintas lalu sosoknya mirip tanaman lada penghasil merica. Tetapi karena buahnya yang duduk dalam bulir perlu waktu lama sekali, sampai seperti tidak masak-masak, maka buah lada ini seperti duduk terus dalam bulirnya. Bentuk bulirnya seperti ekor yang panjang bulat, sampai ia pun disebut merica buntut atau lada panjang.
Apanya yang berkhasiat?
Sebelum masak, buah itu masih hijau keras, tapi sudah pedas dan tajam. Kalau sudah masak menjadi merah dan lunak, sehingga mudah diremas untuk dipencet bijinya. Daging buahnya manis, tetapi bijinya pedas seperti lada.
Buah yang masih duduk dalam bulir panjang seperti buntut inilah yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan jamu. Seluruh bulir mengandung piperin ; sejenis alkaloida benzodioxol-pentadienyl-piperidin yang pedas seperti yang dikandung dalam biji merica, tetapi kadarnya tidak setinggi itu.
Piperin menghangatkan lambung dan usus, sehingga kalau dikombinasikan dengan lempuyang pahit, Zingiber amaricans, ia mendorong proses pengeluaran empedu lebih hebat. Lempuyang ini terkenal sebagai lempuyang emprit, karena umbinya kecil-kecil dibanding dengan umbi lempuyang gajah, Zingiber zerumbet.
Biang keladi pengeluaran empedu yang sebenarnya adalah sejenis keton dalam lempuyang emprit atau pahit itu, yang untuk gampangnya disebut zerumbon, seperti yang dikandung dalam Zingiber zerumbet.
Tadinya pengeluaran empedu itu macet, karena lever penghasil empedu itu mogok. Penyebab kemacetan produksi empedu bisa bermacam-macam. Tetapi kebanyakan karena lever terlalu lelah, sampai tidak mampu menghasilkan empedu dengan cukup seperti sediakala. Lalu bahan makanan berlemak yang seharusnya dicernakan, tidak bisa lancar pencernaannya. "Perut" jadi sakit.
Namun, sesudah diberi cabai puyang empedunya lancar kembali, dan pencernaan makanan beres lagi. Karena itu, umbi lempuyang ini juga terkenal sebagai jamu yang stomachik (membangkitkan selera makan).
Bagaimana Pakainya?
Untuk melawan kemacetan empedu sampai lever sakit (tapi yang dikeluhkan sebagai "sakit perut", namun bukan diare) itu, 3 buah cabai jawa yang sudah dicuci bersih, ditumbuk dalam lumpang bersama umbi lempuyang pahit sebuah. Sebaiknya memakai bahan yang segar. Bukan kering.
Lempuyang perlu dicuci dan dikupas kulitnya. Sebelum ditumbuk, kumpulkan bahan dalam lumpang diberi air sedikit. Jadi hasil tumbukan nanti dapat diperas sarinya yang telah larut ke dalam air ini. Diperasnya langsung di atas kain mori yang dibentangkan di atas cangkir.
Sari perasan cabai puyang ini diminum segar. Kalau tidak tahan pahitnya, boleh mengisap-isap gula aren sesudah minum cabai puyang itu. Biasanya diperlukan 2 kali sehari saja. Kalau perut sudah mulai terasa tidak sakit lagi, minumnya boleh 1 kali saja sehari.
Terima Kasih dan Semoga Bermanfaat
Sumber : Majalah Trubus