Cassia fistula atau biasa disebut trengguli oleh masyarakat ternyata punya potensi besar sebagai tanaman obat. Hasil seminar Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia VII di Solo memperlihatkan potensi tanaman ini sebagai bahan obat antidemam, sakit kepala, pencahar, dan penyakit kulit.
pertaniandanpeternakanku.blogspot.co.id
Trengguli sudah dikenal sebagai tanaman obat sejak zaman Belanda. Heyne dalam Tumbuhan Berguna Indonesia menulis, masyarakat sudah memanfaatkan trengguli mulai dari daun, bunga, buah, sampai akarnya sebagai obat urus-urus, pembersih luka, dan bisul. Tanaman ini berupa pohon setinggi 15-20 m dengan lingkar batang 60-70 cm. Di pulau Jawa, ia biasa ditemukan tumbuh bersama tanaman jati di dataran rendah.
Bila diperhatikan sepintas, penampilan pohon trengguli mirip tanaman perindang jalan yang juga bernama Cassia disekitar Monas, Jakarta. Tapi, Cassia tersebut berupa perdu. Mereka sama-sama termasuk famili Leguminosae yang berbunga polong. Bunga trengguli berbentuk bunga majemuk, berwarna cokelat atau kehitaman. Di dalam buah terdapat empulur yang rasanya manis, enak dimakan segar, atau dibuat cairan tanpa dimasak.
Heyne mencatat, buah trengguli yang sudah masak dulu sudah diekspor ke luar negeri sebagai obat urus-urus. Untuk mengkaji benar tidaknya khasiat trengguli dilakukan serangkaian penelitian oleh instansi terkait yang tergabung dalam Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia. Hasilnya diungkapkan dalam seminar yang diselenggarakan di kampus Universitas Sebelas Maret, Solo.
Mengandung Antrakinon
Dari penelitian Ali Pratomo Musdradjad, Suwono, Sutjipto dan kawan-kawan diperoleh hasil, daging buah (khususnya yang telah masak) dan daun trengguli berguna sebagai obat pencahar. Kandungan yang berefek pencahar adalah senyawa antrakinon.
Sementara itu, kegunaan trengguli sebagai obat antidemam diuji olah peneliti dari Puslitbang Farmasi, Jakarta. Hasilnya, diperlukan daging buah sebanyak 210 mg/100 gram berat badan untuk mendapatkan efek antipiretik. Sebagai perbandingan, efek yang sama bisa didapatkan hanya dengan memberikan acetosal (obat paten) 30 mg/100 gram berat badan.
Tidak hanya buahnya yang berkhasiat, biji trengguli pun dikenal sebagai obat sakit kepala. Untuk membuktikan efek analgetiknya, Pudjiastuti melakukan penelitian dengan infus biji dan daging buah.
Melalui penelitian ini, trengguli dinyatakan termasuk golongan Practically nontonic (tidak beracun). Daya analgetiknya sebanding dengan acetosal dosis 52 mg/kg berat badan pada dosis 120 mg/10 gram berat badan infus biji.
Khasiat lain dari trengguli adalah obat penyakit kulit. Penyakit kulit yang mungkin bisa sembuh oleh ekstrak kulit batang trengguli disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan P. Vulgaris.
Lihat juga : - Tujuh Kerang Raksasa di Indonesia
- "Jurassic" Green Iguana dari Amerika Selatan
- Membedakan Kakatua, Nuri dan Betet
- Anggrek Aneh dari Irian
Lihat juga : - Tujuh Kerang Raksasa di Indonesia
- "Jurassic" Green Iguana dari Amerika Selatan
- Membedakan Kakatua, Nuri dan Betet
- Anggrek Aneh dari Irian
Perlu Dilestarikan
Mengobati penyakit dengan trengguli sebenarnya telah dilakukan orang sejak dulu. Seperti terlihat, saat pameran di Solo, salah seorang penjual jamu tradisional - Ny. Ratih - menjajakan asam trengguli. Wujudnya mirip benar dengan asam jawa yang berwarna kehitaman dan agak lengket. Bedanya, bau trengguli agak kurang sedap.
Sementara itu, kalangan peneliti farmasi mengusahakannya dengan membuat persediaan dalam bentuk sirup obat. Misalnya penelitian Suwijiyo Pramono dari Fak. Farmasi UGM, Yogyakarta.
Trengguli yang khasiatnya cukup banyak ini ternyata populasinya terancam punah, lantaran belum banyak mendapat perhatian seperti tanaman obat lain. Tapi perhatian terhadap tanaman obat ini sudah membaik, dengan adanya penelitian lain tentang budidayanya.
Terima Kasih dan Semoga Bermanfaat
Sumber : Majalah Trubus
Terima Kasih dan Semoga Bermanfaat
Sumber : Majalah Trubus